Kiat Jitu Memilih Perguruan Tinggi
BARU saja pusing akibat UAN yang standarnya tinggi,
calon lulusan SMA dihadang masalah yang bikin tambah
pusing. Mau ke mana setelah lulus? Yuk, kita
pikirkan bareng.
Wadoh... mau nerusin kuliah apa ya
Pertanyaan ini kerap terlontar begitu seragam putih
abu-abu siap ditanggalkan.
"Pasti bingunglah, mau masuk apa. Mau milih arsitek,
teknik mesin, hukum, atau ekonomi, lulusannya sudah
banyak," kata Andri, pelajar kelas tiga SMU Al Azhar
Jakarta. Cowok yang hobi mancing ini akhirnya sudah
mendaftar ke teknik industri di Universitas Pelita
Harapan. Namun, tetap mengharap bisa masuk
Universitas Indonesia (UI) Fakultas Teknik Jurusan
Perkapalan, sebuah jurusan yang baru dibuka. Itu pun
setelah "konsultasi bakat" ke seseorang di Bandung
yang bisa melihat melalui tulisan tangan.
Gozi, juara Abang Mpok Bekasi 2003, mengaku punya
kesulitan yang sama. Cowok yang duduk di bangku
terakhir SMU 2 Tambun ini sudah mengetahui kalau ada
banyak jurusan dan bidang studi khusus. "Justru
karena banyak cabang dari tiap bidang itu yang bikin
pusing. Takutnya salah langkah, bete deh." Dia
mengaku saat ini mungkin mau memilih kuliah disain
eksterior. Itu pun keyakinannya baru lima puluh
persen.
Enggak salah kalau calon-calon lulusan SMA ini
bingung. Sebab, yang sudah kuliah pun bisa merasa
salah jurusan. Setidaknya itu yang dirasakan Aca, 19
tahun. Lulusan SMU Pembangunan Jaya, Jakarta, ini
sudah mengecap bangku perguruan tinggi negeri. Ia
diterima di Jurusan Sastra Jepang Universitas
Indonesia, namun baru satu semester merasa enggak
cocok. Akhirnya, ia memutuskan keluar dan kini
sedang mendaftar ke jurusan ilmu komunikasi massa di
London School, Jakarta.
"Waktu lulus SMU sudah pasti banget, yakin ambil
sastra Jepang. Eh, setelah keterima, rasanya
potensiku tidak tergali di sana. Waktu kelas dua SMU
kan aku pernah ikut tes bakat, disarankan ambil
disain interior atau komunikasi massa. Benar juga
setelah merasakan kuliah satu semester, sepertinya
jurusan komunikasi lebih menarik. Kayaknya, dulu
waktu milih UI karena pengaruh teman."
Ada ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan
saat memilih kuliah, seperti diuraikan berikut.
Dapat perguruan tinggi (PT) yang mutunya bagus
memang perlu. Tapi faktor utama yang perlu
dipertimbangkan sebelum itu, kita harus tahu apa
jurusan yang paling cocok dengan minat dan bakat
kita. Kalau enggak, kuliah bisa keteteran. Buat yang
selama ini aktif di organisasi atau ekstra kurikuler
(eskul), mungkin enggak susah menentukan minatnya.
Atau coba minta saran dari orang sekitar, yang
mungkin bisa melihat potensi kita.
"Ah, tapi gue nyesel mengikuti kata guru pembimbing.
Dari SMP gue sudah minta utak-atik komputer. Malah
di tempat les sempat diminta menggantikan ngajar
kalau gurunya enggak masuk. Nilai pelajaran gue juga
bagus semua buat bidang eksakta, terutama matematika
yang berguna banget buat kuliah di jurusan komputer.
Tapi waktu konsultasi, guru pembimbing SMU
menyarankan gue jangan masuk kuliah komputer.
Katanya komputer cukup kursus saja. Gue disarankan
masuk arsitek. Memang gue diterima di negeri dan
swasta terkenal untuk teknik arsitek, tapi tetap
merasa salah jurusan deh," kata Valens menyesal,
cowok lulusan SMU DeBritto, Yogyakarta, yang
akhirnya berpaling ke dunia IT. Dia terpaksa harus
belajar lagi.
Memang faktor utama yang harus dipertimbangkan
adalah minat kita. Hampir bisa dipastikan tidak ada
mahasiswa yang berhasil dalam studinya jika
bertentangan dengan minatnya. Saran orang lain boleh
dipertimbangkan. Tapi, kitalah yang akan menjalani
proses kuliah bertahun-tahun ke depan. Jadi,
keputusan tetap di tangan kita.
Untuk yang merasa telat menggali minat selama ini,
bisa datang ke lembaga psikologi terapan buat tes
minat dan bakat. Arahkan pemilihan perguruan tinggi
ke program studi sesuai minat dan bakat. Dari situ,
cari info untuk menjajaki kira-kira dari sekian
saran, mana yang kita mampu dan enjoy menjalaninya.
Oh ya, jangan cepat tergiur dengan nama besar suatu
perguruan tinggi semata, seperti yang dialami Aca di
atas. Gali minat dan pikirkan di mana potensi kita
bisa berkembang.
Mengumpulkan informasi jurusan yang kita incar itu
perlu. Modal nekat hanya akan membuat kita bengong
di kampus, enggak ngerti apa-apa. Misalnya,
mentang-mentang sekarang zamannya internet, kita
main pilih jurusan Sistem Informatika. Sebab, kita
merasa hobi bergaul sama komputer. Selama ini senang
main games dan utak-atik komputer, dipikir kuliahnya
akan seperti itu. Begitu masuk kuliah, dorrr...!
Mata kuliah matematika "bertebaran", bikin pingsan
kita yang matematika kalkulusnya pas-pasan waktu SMA.
Jadi daftar mata kuliah perlu ditelaah, tuh!
Selain memelototi silabus kuliah, yang bisa dipinjam
dari senior, Gozi punya cara penjajakan lain. "Gue
ikut kursus disain. Rasanya gue minat ke disain,
tapi cabangnya kan banyak. Gue jajal saja, ikut
disain grafis, disain interior. Selesai enggak
selesai, tapi gue bisa mengira-ngira kira-kira gue
mampunya di mana, dan lebih senang yang mana. Bisa
tanya-tanya juga sama orang yang kerjanya di disain,
jadi gue dapat masukan baru." Wah, boleh dicontoh
nih.
Kemampuan keuangan sangat menentukan pilihan. Kuliah
di perguruan tinggi melibatkan berbagai komponen
biaya. Mulai uang pendaftaran, uang gedung, uang
kuliah pokok, uang SKS (satuan kredit semester),
uang pratikum, uang ujian, uang jaket, uang buku,
uang fasilitas kemahasiswaan. Belum lagi biaya
indekos (kalau jauh dari rumah), biaya fotokopi,
transpor, dan buku.
Sebelum mendaftar, tanyakan semua biaya yang harus
kita bayar dan cara pembayarannya. Ada uang gedung
yang boleh diangsur beberapa kali, ada yang bayarnya
lebih ringan jika tes masuk kita masuk peringkat
atas. Pokoknya masalah biaya ini perlu
diperhitungkan semua agar kita tak terancam putus
sekolah.
Yang bikin Gozi dan Indra mengerutkan kening ialah
prospek pekerjaan setelah lulus. Ada jurusan yang
sepi peminat karena dianggap enggak laku. Ada yang
untuk masuk kuliah, saingannya (passing grade) ketat.
Jangan pesimistis kalau dibilang suatu jurusan sudah
kelebihan lulusan (jenuh). Itu bergantung pada
kepintaran kita memprediksi dan membuat strategi.
Contohnya, walau banyak sarjana hukum, melihat
banyaknya kasus hukum yang berani diangkat, makin
beraninya orang menuntut hak dan keadilan,
terpuruknya perusahaan dan bank sampai artis yang
memerlukan penyelesaian hukum, rasanya masuk akal
kalau kita tetap ambil jurusan hukum, kalau memang
itu minat kita.
Tentu saja kita juga perlu memperhitungkan
globalisasi, yang menuntut standar tingkat dunia.
Untuk memperkaya bidang, perhatikan kemampuan
berbahasa asing (bukan cuma bahasa Inggris), sampai
keterampilan teknologi. Pokoknya, asah prediksi
untuk mengantisipasi masa depan. Diskusi sama
teman-teman dan orang yang ahli membantu kita untuk
optimistis mengatur rencana.
Pikirkan reputasi PT yang kita pilih. Apakah secara
umum dikenal sebagai PT yang baik? Fasilitasnya
lengkap enggak? Kalau perlu cari tempat kuliah yang
lulusannya jadi rebutan perusahaan pemakai, atau
banyak yang berhasil mandiri. Banyak pengusaha yang
senang merekrut lulusan almamaternya.
Untuk soal fasilitas, enggak ada salahnya kita
mencoba menanyakan kapan mahasiswa berkesempatan
menikmati fasilitas canggih yang disediakan.
Jangan-jangan cuma beberapa kali saja, atau hanya
untuk mahasiswa tingkat akhir saja.
"Waktu zaman gue kuliah, fasilitas lab jurusan
broadcasting payah. Kameranya kuno banget. Tapi yang
sekarang sudah canggih sih," kata Dennis, sutradara
film Kwaliteit 2.
Buat yang enggak diterima di negeri, status
akreditasi merupakan faktor penting dalam menilai
perguruan tinggi swasta (PTS) . Sebab, ini
menunjukkan mutu PTS dalam menyelenggarakan program
studi. Jangan terjebak sama status disamakan dari
suatu PTS. Enggak ada istilah PTS disamakan. Yang
benar, status akreditasi diberikan pada program
studi. Misalnya, suatu PTS punya lima program studi,
masing-masing jenjang S-1 dan D-3. Perhatikan mana
program studi yang dapat status disamakan, dan untuk
jenjang yang mana? Kalau cuma dua dari program studi
yang disamakan, bukan berarti PTS tersebut statusnya
disamakan.
Apa pentingnya status akreditasi? Status ini
menentukan kemandirian suatu program studi dalam
melaksanakan proses belajar-mengajar, seperti
menyelenggarakan ujian negara dan menerbitkan ijazah.
Kalau sudah disamakan, mahasiswanya enggak usah lagi
ikut ujian negara yang dilaksanakan Kopertis, dan
ijazahnya cukup disahkan oleh PTS tempat kita kuliah.
Lalu, karena kualitas keilmuan kita ditentukan juga
oleh dosen, perhatikan rasio dosen yang dimiliki.
Undang-undang perguruan tinggi mensyaratkan tingkat
perbandingan antara dosen tetap dan mahasiswa 1:30
untuk bidang studi IPS, dan 1:25 untuk bidang studi
IPA. Sebelum mendaftar, cobalah untuk mencari tahu
jumlah dosen tetap di PTS tersebut. Berapa orang
yang bergelar S-2, S-3, dan mungkin ada yang sudah
bergelar profesor.
Terakhir, pendidikan di Indonesia mengenal dua jalur
pendidikan. Yaitu jalur akademik (jenjang sarjana)
dan jalur profesional (jenjang diploma). Jalur
akademik menekankan penguasaan ilmu pengetahuan,
yang profesional menekankan keahlian di bidang
tertentu. Lulusan diploma dipersiapkan untuk
langsung masuk dunia kerja. Jalur akademik masa
kuliahnya sekitar delapan semester, sedangkan D-3
enam semester.
Balik pada soal kebingungan Indra, lulusan di suatu
bidang mungkin sudah jenuh. Tapi bukan berarti kita
enggak bisa berhasil. Langkah awal dimulai dengan
memilih kuliah yang tepat. Dengan begitu, separuh
keberhasilan sudah di tangan. Ayo, semangat ya!
Sumber : Kompas.com
, Jumat, 07 Mei 2004